Humor Gus Dur
Gus Dur adalah tokoh masyarakat dan satu-satunya Presiden RI yang sangat
santai dalam menanggapi isu-isu yang ada di masyarakat ataupun negara
bahkan pernyataannya sering membuat orang terpingkal. Berikut ini adalah
beberapa humor Gus Dur yang akan membuat pembaca terpingkal-pingkal
1.MENYENGSARAKAN ANGGOTA DPR
SUATU hari di negara
antah berantah, muncul suatu kebijakan baru yang belum pernah dilakukan
sebelumnya di negara lain.
Kebijakan itu yakni,
setiap orang yang berstatus wakil dinaikkan pangkatnya. Wakil presiden jadi
presiden, wakil direktur menjadi direktur, wakil komandan menjadi komandan
wakil gubernur menjadi gubernur, wakil RT menjadi ketua RT dan seterusnya. Yang
penting dalam program ini tidak ada penggusuran posisi. Perkara ada posisi
ganda, itu bisa diatur dalam pembagian tugasnya.
Masalah pembengkakan
anggaran, semua ditanggung oleh negara. Sesudah mantap dengan rencana itu,
diajukanlah program ini ke DPR untuk mendapatkan persetujuan mereka. Ternyata
mereka menolak. Betul-betul menolak keras. Bahkan, ditolak mentah-mentah dengan
sangat keras.
Alasannya, program ini
menyengsarakan anggota DPR. Bayangkan, mereka akan berubah status dari wakil
rakyat menjadi rakyat.
2. NYEBUT BANG…….. !
PENAMPILAN Gus Dur ketika
memberikan pengantar pidato kenegaraan menyambut HUT ke-55 Kemerdekaan RI di
Sidang Paripurna DPR Agustus 2000, jauh berbeda dibanding saat ia hadir di
tempat yang sama untuk menjawab interpelasi DPR. Kali ini dia tampak tegang.
Wajahnya agak cemberut.
Namun segala ketegangan
akhirnya cair juga. Para anggota DPR malah beberapa kali dibuat terpingkal-pingkal
oleh guyonannya.
Di tengah-tengah pidato
tanpa teks itu, Gus Dur bercerita tentang seorang kondektur bus asal Sumatera
Utara yang bergelantungan di pintu bus. Ketika bus melaju kencang, rupanya
sopir bus tak tahu kalau sang kondektur terjatuh kesenggol bus lain. Sang
kondektur pun jatuh tersungkur. Kepalanya langsung membentur jalan dan retak.
Napasnya sudah Senin Kemis terputus-putus.
Saat itulah datang
seorang Betawi yang mencoba menolong kondetktur yang sekarat itu.
“Bang nyebut bang,
nyebut,” katanya sambil mendekatkan mulutnya ke telinga kanan kondektur itu.
Maksud orang Betawi ini,
agar kondektur yang sekarat tadi menyebut kalimat Syahadat La ilaha ilallah,
sebelum meninggal. Tapi karena kondektur tadi bukan orang Islam, dia mengaitkan
permintaan nyebut tadi dengan profesinya.
Maka sesaat sebelum
menghembuskan napas terakhirnya, sang kondektur tadi sempat menyebut,
“Blo..M-Depo….Blo M-Depo…”
3. JIHAD DAN JAHID
AMBON bergejolak.
Kerusuhan belum juga reda setelah dua tahun berlangsung. Sebagian masyarakat
pun berdemonstrasi di depan Istana Presiden.
Presiden kala itu dijabat
oleh Gus Dur, yang telah wafat pada 30 Desember 2009.
Mereka dengan
mengatasnamakan kepentingan umat Islam, meminta pemerintah segera menyelesaikan
kasus Maluku, yang belum juga tampak tanda-tanda akan reda. Mereka mengancam,
kalau pemerintah tidak tidak bisa bisa menyelesaikan kasus itu, mereka akan
pergi berjihad ke kota di Indonesia Timur itu.
Melihat massa yang
berdemonstrasi begitu banyak, di depan Istana pula, Gus Dur mempersilahkan
wakil mereka untuk berdialog di dalam Istana.
Dalam dialog yang
berlangsung, rupanya titik temu sulit tercapai. Bahkan sesekali terdengar suara
keras dari luar ruangan tempat pembicara mereka. Rupanya demonstran bersikeras
akan tetap berjihad ke Ambon.
Pertemuan yang hanya
berlangsung beberapa menit itu, lantaran tegangnya suasana, akhirnya bubar tanpa
kesepakatan apa-apa.
Dua hari kemudian, kepada
sejumlah tamu yang berkunjung ke Istana. Presiden Gus Dur menceritakan
peristiwa itu. Dia lalu menyatakan, pemerintah akan bertindak tegas.
“Saya tidak perduli,”
tandas Gus Dur.
“Yang Kristen kek, yang
Islam kek , kalau menggagu keamanan akan kita tindak. Mau jihad kek, mau jahid
kek, kalau mengganggu akan ditangkap!”
Para tamunya hanya
terngaga saja, tak sempat bertanya. Mestinya mereka boleh tanya, “Kalau jihad
sih kita sudah paham. Tapi jahid itu apa artinya Gus?
4. TK ABDURRAHMAN WAHID
Setelah Gus Dur meninggal
dunia, banyak pihak yang mengusulkan agar namanya diabadikan sebagai nama
antara lain pada universitas, museum, nama jalan. Hal ini sebagai bentuk
apresiasi atas jasa-jasa mantan Presiden RI tersebut.
Misalnya Universitas Abdurrahman
Wahid di Jakarta, Museum Gus Dur di Jombang, Jalan Abdurrahman Wahid di Surabya,
serta Wahid Institute.
Maraknya perbincangan itu
membuat pengurus LTMI PBNU Mukhlas teringat dengan humor Gus Dur waktu
berkunjung ke Jombang.
Di tempat kelahirannya itu,
kata Mukhlas, Gus Dur pernah bercerita bahwa nama kakeknya telah diabadikan
menjadi nama universitas, yaitu Institut Keislaman Hasyim Asy’ari (IKAHA)
Tebuireng.
Sementara nama ayahnya
telah diabadikan menjadi nama SMA A. Wahid Hasyim Tebuireng dan SMP A. Wahid
Hasyim. Nah berarti saya nanti cuma kebagian TK Abdurrahman Wahid, ujar Gus Dur,
seperti ditirukan Mukhlas.
5. GUS DUR DAN MEGAWATI TERNYATA SAUDARA LHO….
DALAM dialog TVRI, yang
dipandu Garin Nugroho dan Usi Karundeng, saat menjabat sebagai presiden, Gus
Dur ditanya tentang hubungannya yang memburuk dengan Megawati. Gus Dur pun
membantahnya.
Sebab, kata dia, dirinya
dan Megawati masih kerabat cukup dekat. Loh ini benar-benar berita baru. Dari
mana asal-usul hubungan kekerabatnnya itu?
“Lah Megawati itu kan
anaknya Bung Karno,” jawab Gus Dur, tentu semua orang sudah tahu. “Lah Bung
Karno itu siapa? Kan keturunan Raden Patah (Raja pertama kerajaan Islam Demak)
Saya sendiri siapa? Saya ini keturunan adiknya Raden Patah,” imbuhnya.
Tentu saja pernyataan ini
membuat pekerjaan besar para sejarahwan Indonesia, untuk mengecek kebenaran
info dari Gus Dur itu. Yang jelas jajaran Partai Kebangkitan Bangsa (PKB)
sendiri sungguh tak paham ihwal hubungan darah Gus Dur dan Megawati ini.
Seorang tokoh PKB, saat
ditanya wartawan di Gedung DPR sambil mengangkat tangan mengaku, “Wah soal ini
saya tidak tahu menahu,” dan buru-buru melangkah pergi, khawatir diminta
penjelasan mengenai ketidaktahuannya itu.
6. JANGAN DIMASUKIN AKAL, TAPI MASUKIN KERTAS
DONK…..
CERITA ini sudah lama,
sewaktu Almarhum Gus Dur masih menjabat sebagai orang nomor satu di PBNU.
Kantor PBNU waktu itu baru saja dilengkapi dengan mesin faksimili.
Hari itu, Arifin Junaidi
(Wakil Sekjen PBNU kala itu) tengah memperagakan cara mengirim faksimili di depan
Gus Dur. Di saat bersamaan mantan Presiden RI keempat ini kedatangan seorang
rekannya. Mereka bertiga jadi memperhatikan mesin canggih itu.
“Loh ngirim tulisan pakai
mesin ini apa bisa diterima persis di sana?” tanya rekan Gus Dur
terheran-heran.
Arifin menjawab yakin,
“Lah iya no!”
Setelah Arifin
memfaksimili, tiba-tiba ada faks masuk. Mendengar bunyi dan masuknya faks itu
membuat rekan Gus Dur semakin kagum saja.
“Wah mesin faks ini
memang luar biasa, nggak masuk di akal ya,” komentar rekan Gus Dur itu sambil
geleng-geleng kepala.
spontan Gus Dur langsung
nyeletuk, “Ya jangan dimasukkin akal dong, dimasukin kertas to yo,” jawab
ringan Gus Dur menggunakan dialek Jawa.
7. OOOOOOH….. INTERNET
Suatu kali ada Kiai
Madura yang membanggakan pembangunan pesantrennya kepada Gus Dur.
“Wah.. pesantren saya
sudah jadi. Lengkap, bangunannya luas, bertingkat.” Katanya dengan wajah
bangga. “Kapan-kapan Gus Dur harus ke sana. Soalnya sudah lengkap dengan eternit!”
tambahnya.
“Eternit?” tanya Gus Dur
sambil berfikir, setiap bangunan kan memang perlu eternit.
“Payah moso enggak
ngerti. Itu loh yang pakai komputer…!”
“Ohhh.. internet,” jawab
Gus Dur bersama-sama beberapa orang yang hadir sambil tertawa.
8. TAROWEH DISKON
PADA masa kekuasaan Presiden Habibie, Gus Dur pernah mampir ke rumah Pak
Harto di Cendana. Gus Dur mengajak seorang yang disebut dengan “kiai
kampung” dari Metro, Lampung Tengah.
Waktu itu bulan puasa.Setelah berbuka dan omong-omong seperlunya, Pak
Harto nyeletuk, “Gus Dur dan Pak Kiai ini bakal sampai malam kan di
sini?”“O tidak,” jawab Gus Dur. “Saya harus segera pergi, karena ada
janji dengan Gus Joyo, adik Sri Sultan Hamengkubuwono X. Tapi Pak Kiai
ini biar tinggal di sini. Maksudnya buat ngimami (menjadi imam) salat
taraweh, kan?”Pak Harto manggut-manggut.
“Tapi,” lanjut Gus Dur, “Sebelumnya perlu ada klarifikasi dulu?”
“Klarifikasi apa?” tanya Pak Harto.
“Harus jelas dulu, Tarawihnya mau pakai gaya NU? Kalau NU lama bagaimana, kalau NU baru bagaimana?” tanya Pak Harto makin heran.
“Loh apa ada macam-macam gaya NU? Kalau gaya NU lama, tarawihnya 23 rakaat. Gaya NU baru, diskon 60 persen (11 rakaat)!”
Pak Harto cuma ketawa, karena tidak terlalu paham. Dan Pak Kiai nyeletuk, “Iya, deh. Diskon 60 persen pun nggak apa-apa,”
Harap diketahui, “Tarawih diskon” menjadi 11 rakaat itu adalah gaya
Muhammadiyah.Keluarga Pak Harto sendiri disebut orang “Hidup dengan cara
Muhammadiyah, mati dengan cara NU”. Sebab, Pak Harto pernah mengaku
bahwa dia semasa sekolah di Yogyakarta belajar di SMP Muhammadiyah (jadi
“berakidah” Muhammadiyah).
Tapi ketika Bu Tien meninggal, rumahnya di Cendana sibuk dengan
macam-macam tahlilan (tiga hari, tujuh hari, 40 hari, 100 hari dan
seterusnya), yang merupakan trade mark NU.
Jadi kalau Gus Dur menawarkan “Tarawih diskon” 11 rakaat itu, Pak Harto
dengan senang hati menerima saja. Itu artinya kembali ke “khittah”.
9. KEPUTUSAN RAPAT
Saat masih berada di bangku sekolah, Gus Dur memang terkenal sebagai
anak yang usil bin jail.Pernah suatu kali dia berusaha mengerjai guru
Bahasa Inggrisnya, dengan seember air, yang digantung di pintu kamar
mandi di sekolahnya. Karuan saja, saat sang guru hendak membuka pintu,
“Byuur!” basah kuyuplah sang guru asal Batak tersebut.Namun ketika sang
guru bertanya, “Siapa yang punya ide untuk menaruh ember itu di
situ?”Sambil menahan tawa Gus Dur menjawab, “Awalnya memang saya yang
punya ide Bu. Tetapi kemudian sudah menjadi keputusan rapat.”
10. TAK JAWAB SMS, KARENA TULISANNYA JELEK
Suatu ketika Gus Dur membagi-bagikan handphone kepada sejumlah kiai NU.
Tentu saja para kiai ini agak kikuk dengan teknologi telepon genggam
itu.Karena merasa sejumlah kiai koleganya sudah mendapatkan handphone,
Gus Dur pun dengan mudah menghubungi mereka lewat telepon genggam
tersebut.
Pada satu kesempatan, Gus Dur meminta kepada asistennya untuk
mengirimkan SMS ke salah seorang kiai. Namun, lama ditunggu, jawaban
dari sang kiai tak kunjung didapat. Alhasil Gus Dur pun menelepon sang
kiai.
“Pak kiai, kalau ada SMS dari umat mbok ya dijawab,” kata Gus Dur.Lantas
dengan polosnya sang kiai menjawab, “Waduh Gus, saya nggak nulis di
handphone ini, soalnya tulisan saya jelek.”
11. CERITA GUS DUR SOAL NAIK KERETA
Setelah mendapat larangan dari dokternya untuk tidak melakukan
perjalanan jauh dengan menggunakan pesawat terbang, Gus Dur kemudian
nekat untuk berpergian jauh menggunakan kereta api.
“Anda mau pergi naik kerata api Gus? Memangnya Anda pikir bisa sampai tepat waktu dengan naik kereta api?” ledek si dokter.
“Anda jangan meremehkan, kereta itu cepet banget loh!” jawab mantan Presiden RI ke-4 itu.
“Kereta api mana yang bisa menandingi kecepatan pesawat terbang?” tanya dokter.
“Oho.. Anda jangan salah. Semua kereta api bisa lebih cepat dari
pesawat,” kilah pria kelahiran Jombang, Jawa Timur, 7 September 1940
ini.
“Anda mimpi kali. Semua orang juga tahu kalau pesawat itu jelas lebih cepat dibandingkan kereta api,” cecar sang dokter.
“Wah, Anda salah. Memang sekarang ini pesawat lebih cepat. Tapi itu
karena kereta api baru bisa merangkak. Coba kalau kereta api nanti sudah
bisa berdiri dan bisa lari. Wuiih.. pasti bakalan jauh lebih cepat dari
pesawat,” jawab Gus Dur, disambut wajah kecut sang dokter
12. PENGALAMAN GUS DUR NAIK HAJI
Gus Dur seperti tidak pernah kehabisan cerita, khususnya yang bernada
sindiran politik. Menurut dia, ada kejadian menarik di masa pemerintah
Orde Baru.Suatu kali Presiden Soeharto berangkat ke Mekkah untuk
berhaji. Karena yang pegi seorang persiden, tentu sejumlah menteri harus
ikut mendampingi.
Salah satunya “peminta pertunjuk” yang paling rajin, Menteri Penerangan
Harmoko.Setelah melewati beberapa ritual haji, rombongan Soeharto pun
melaksanakan jumrah, yakni simbol untuk mengusir setan dengan cara
melempar batu ke sebuah tiang mirip patung. Di sini lah muncul masalah,
terutama bagi Harmoko.
Beberapa kali batu yang dilemparkannya selau berbalik menghantam
jidatnya. “Wah kenapa jadi begini ya?” cerita Gus Dus menuturkan
pernyataan Harmoko yang saat itu tampak gemetar karena takut.
Lalu Harmoko pindah posisi. Hasilnya sama saja, batu yang dilemparnya
seperti ada yang melempar balik ke arah dirinya. Setelah tujuh kali
lemparan hasilnya selalu sama, Harmoko pun menoleh ke kanan dan ke kiri,
mencari-cari posisi presiden untuk “minta petunjuk”. Setelah ketemu,
lalu dengan lega ia tergopoh-gopoh menghampiri Bapak Presiden.
Namun, sebelum sampai di hadapan Soeharto, ia turut mendengar bisikan “Hai manuia, sesama setan jangan saling lempar.”
Tidak ada komentar:
Posting Komentar