Periode 1942 - 1949
Pada masa ini, produksi film di Indonesia dijadikan sebagai alat propaganda politik Jepang.
Pemutaran fil di bioskop hanya dibatasi untuk penampilan film -film
propaganda Jepang dan film-film Indonesia yang sudah ada sebelumnya,
ehingga bisa dikatakan bahwa era ini bisa disebut sebagai era surutnya
prodkusi film nasional.
Pada 1942 saja, Nippon Eigha Sha, perusahaan film Jepang yang beroperasi di Indonesia, hanya dapat memproduksi 3 film yaitu Pulo Inten, Bunga Semboja dan 1001 Malam.Lenyapnya usaha swasta di bidang film dan sedikitnya produksi yang dihasilkan oleh studio yang dipimpin oleh Jepang dengan sendirinya mempersempit ruang gerak dan kesempatan hidup para artis dan karyawan film dan pembentukan bintang-bintang baru hampir tidak ada. Namun mereka yang sudah dilahirkan sebagai artis tidaklah dapat begitu saja meninggalkan profesinya. Satu-satunya jalan keluar untuk dapat terus mengembangkan dan memelihara bakat serta mempertahankan hidup adalah naik panggung sandiwara. Beberapa rombongan sandiwara profesional dari zaman itu antara lain adalah Bintang Surabaya, Pancawarna dan Cahaya Timur di Pulau Jawa. Selain itu sebuah kumpulan sandiwara amatir Maya didirikan, dimana didalamnya bernaung beberapa seniman-seniwati terpelajar dibawah pimpinan Usmar Ismail yang kelak menjadi Bapak Perfilman Nasional.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar